It's Not Dream Part11
Hidup terkadang memang terlalu brengsek untuk dibanggakan, dan aku merasakannya.
***
~Ify POV~
Kejadian itu masi terus
ku ingat, bahkan saat akan tertidur aku masi mengingatnya hingga saat
mimpi terajut hal itu lagi yang ku mimipikan. Sebenarnya aku capek,
lelah sekali rasanya mengejar tanpa dilirik tapi ntah mengap hati selalu
menang diatas fikiran.
Aku ingin sekali berlalu
meninggalkan perasaan ini, berbalik arah dan pergi bersama yang lain
bahkan jika aku harus meninggalkan setengah hatiku disini karena tak
mampu membawanya kembali. Tapi, aku takut jika saat aku memilih
meninggalkan setengah hati ini untukmu, rasa sakitnya tetap bisa ku rasa
dan tak lagi bisa bahagia.
_Alyssa_
Kututup buku diaryku dan
segera menyimpannya di tempat yang kuyakini aman, takkan ada yang tau
tempat itu. Aku menerawang menatap langit langit kamarku yang berwarna
biru tosca, melamunkan nasip hidup yang sedikit miris. Ku gapai foto
bunda yang terletak diatas nakas dan mulai bercerita tentang
keseharianku, seperti biasanya.
Sedikit kaget saat ayah
tiba tiba masuk kedalam kamar dengan seulas senyum lembutnya.
Kesukaanku! Aku seuka senyum itu. Katakan aku lebay, toh aku benar benar
menyukainya.
"Ayah mau kemana? Rapi
banget." Ayah tersenyum lagi, sambil mengelus lembut kepalaku, ah
bahagia itu memang sesederhana ini semua. Trimakasih tuhan, untuk
seorang ayah yang sangat hebat dan berharga.
"Siap siap gih,"
"Mau kemana?"
"Suatu tempat, kamu
pasti seneng. Ayah tunggu dibawa." Ayah mengecup puncak kepalaku lalu
mengacaknya dengan lembut membuatku mengulum senyum bahagia sambil
mengangguk. Setelah mengucapkan kata 'iya' aku segera mengganti bajuku
dengan baju santai. Toh ayah tidak bilang kalu ini acara penting.
***
Sudah sampai, dan aku
kenal tempat ini, makam Bunda. Ah, ini salah satu kebahagiaanku. Aku
bahagia Ayah sangat setia meski Bunda telah lama tiada, aku senang walau
terkadang terpikirkan juga untuk mencarika pendamping untuknya.
"Hallo bunda, apa kabar?
Pasti baik deh. Maaf ya Ify Gak Bisa sering sering kesini nemenin
bunda. Ify seneng deh hari ini Ayah ngajak Ify kesini. Tau gak? Tian
udah balik lho, mungkin bunda udah tau kali ya? Bundakan selalu ngintip
aku lewat syurga." Aku tersenyum menatap gundukan tanah didepanku, Ayah
masih mengelus rambutku sambil ikut tersenyum. Ah, andai Bunda masi
disini mungkin kami akan menjadi kluarga yang dangat berbahagia dan
harmonis.
"Gin, maafkan aku jika
belum membuat putri kecilmu ini bahagia. ijinin aku untuk membahagiakan
Ify lagi, ya." Kutatap ayah yang masi menatap lurus kearah nisan bunda
sambil tersenyum. Hey, bahkan selama ini aku selalu bahagia bersamanya.
Aku diam saja sambil mulai melantunkan doa doa kecil untuk bunda.
"Yuk, fy. Kita pergi,
biar bunda istirahat." Aku mengangguk, mengecup sekilas nisan bunda lalu
mengikuti ayah yang telah beranjak lebih dulu setelah mengelus dan
mencium lama nisan bertuliskan Gina Sonia itu.
***
"Yo, jalan yuk. Bosen
nih, dari kemaren dirumah kamu terus maennya. Ajak aku keliling jakarta
kek, apa kek gitu." Rio mendengus mendengar ocehan Vania yang belum
berhenti sedari tadi, ia bahkan tidak bisa fokus dengan televisi
didepannya yang tengah menyiarkan acar music favorite-nya itu.
"Yo, ayolah. Kamu gak kasian sama aku yang udah sumpek banget ini? Hah... Need refresing RIO!"
"Oke, Cepetan!" Rio
menyerah, gadis yang mengaku ah tidak gadis yang berstatus pacarnya itu
sungguh tak bisa dibantah keinginannya. Vania menyunggingkan senyum
kemenangan kemudian menarik pria es itu menuju mobil sport berwarna
merah miliknya. "Mau kemana?" Tanya Rio, Vania menggeleng. Hey, gadis
itu bahkan baru dua hari di Jakarta, mana dia tau ingin kemana?
"Jalan kemana aja, Yo. Yang penting seru. Ke mol juga gapapa deh."
"Ok"
Sekitar setengah jam Rio
berkendara sampai akhirnya sampai di kawasan epicentrum. Keduanya. Rio
dan Vania, terlihat seras, Vania si model cantik bertubuh proporsional
dan Rio yang menawan. Prince and Princcess? Mungkin sebagian orang
beranggapan begitu.
"Yo, makan dulu yuk,
laper nih." Rio hanya mengangguk sambil terus berjalan ke arah tempat
makan yang ditunjuk Vania, Restoran Jepang.
"Yah kok penuh sih?"
Vania masi nampak mengok kesana kemari mencari tempat sampai menemukan
seseorang yang sangat dikenalnya tengah bercengkarama dengan dua orang
yang ntah siapa.
"Mama!" Panggil Vania sambil sedikit tersenyum dan menggeret Rio.
***
Aku disini, namun ragaku
telah terbang ntah kemana. Dia didepanku, bersama seseorang yang kini
menggenggamnya erat bahkan sangat erat walau aku memaksa melepas
ikatannya. Aku tersenyum meski perih, aku berusaha tertawa walau hambar.
Tak seorangpun tau, karena tak seorangpun peduli.
"Jadi, Ify satu sekolah sama Vania dan Rio?"
"Satu kelas, ma."
Yah, kalian tau? Saat
ini aku duduk berlima dengan Rio, Vania, Ayah, dan Ibu-nya Vania. Entakh
kebetulan atau kesialan macam apa yang menimpaku saat ini, aku mungkin
pernah berhayal makan di restoran bersama Rio, tapi bukan seperti ini!
Yang ku impikan adalah makan berdua, bukan makan yang berakhir dengan
aku yang lagi lagi harus menelan sakit.
"Wah, kalian pasti udah
akrab donk ya?" Tanya tante Dina, aku tak memberikan komentar apapun,
biarkan saja Vania yang menjawabnya sendiri. Rio? Jangan harap, aku
kenal dia.
"Kami lumayan akrab,
bahkan aku dan Ify sering kekantin berdua. Dan Rio sering mengajari
Ify." Dia berbohong. Akrab? Sejak kapan kami akrab? Bahkan Vania baru
sehari bersekolah, dan soal Rio, bagaimana bisa ia tau?.
"Ah iya, mulai minggu
ini akh akan ikut belajar bersama kalian berdua, bolehkan, Fy?" Aku
sebal! Tak adakah yang mengerti aku saat ini? Sungguh, aku ingin sekali
berlari menyembunyikan wajahku yang ntah kenapa ku rasa memerah karena
menahan marah. Antara sedih melihat Rio Dan marah dengan keadaan ini.
Pembicaraan terus
berlanjut aku tak begitu peduli, hanya berbicara secukupnya, kalian
boleh bilang aku sedang menduplikat Rio saat ini, tapi aku sungguh tidak
berniat begitu.
"Kamu setuju jugakan, Fy?"
"Ah? Ya"
"Benarkah Sayang?"
"Ngg... Sebenarnya aku
nggak denger ayah bilang apa." Kalian tau kan? Aku tak bisa berbohong
dan aku memang tidak mendengar ayah mengatakan apa tadi. Ayah tersenyum
sambil membelai rambutku, aku tak mengerti mengapa semua orang
menatapku. Vania bahkan tersenyum. Hah? Tersenyum? Bagaimana bisa ia
tersenyum kearahku? Aneh.
***
Aku dan ayah sudah
berada dirumah, setelah makan siang yang cukup menyebalkan itu aku
sedikit maksudku sangat bad mood, bahkan aku bahkan seperti tak memiliki
kekuatan untuk sekolah besok. Cukup sakit melihat Rio dan Vania Selalu
bersama seperti tadi, tidakkah mereka memikirkan perasaanku? Ah aku
lupa, untuk apa memikirkan aku? Aku salah memang karena bersikap egois
dengan terus mencintai lelaki yang telah memiliki pasangan, hanya saja,
aku terlalu lemah untuk berusaha berhenti mencintai Rio.
Bersambung.
Hallo, Ngaret Ya? Maapkan Diriku Permirsah, Aku Mah Apa Atuh? Cuma Author Abal Abal Yang Sok Sibuk(?) :v
Part Ini Kayanya Yang Paling Gaje Dan Banyak Typonya Yakan? Duh Maap Yak Mengecewakan 😂 Yang Sebel Ama Vania Mana Suaranya? Sama saya jugak 😂