Rabu, 31 Mei 2017

It's Not Dream Part11 *Makan Bareng?*

It's Not Dream Part11


Hidup terkadang memang terlalu brengsek untuk dibanggakan, dan aku merasakannya.

***

~Ify POV~

Kejadian itu masi terus ku ingat, bahkan saat akan tertidur aku masi mengingatnya hingga saat mimpi terajut hal itu lagi yang ku mimipikan. Sebenarnya aku capek, lelah sekali rasanya mengejar tanpa dilirik tapi ntah mengap hati selalu menang diatas fikiran.
Aku ingin sekali berlalu meninggalkan perasaan ini, berbalik arah dan pergi bersama yang lain bahkan jika aku harus meninggalkan setengah hatiku disini karena tak mampu membawanya kembali. Tapi, aku takut jika saat aku memilih meninggalkan setengah hati ini untukmu, rasa sakitnya tetap bisa ku rasa dan tak lagi bisa bahagia.

_Alyssa_

Kututup buku diaryku dan segera menyimpannya di tempat yang kuyakini aman, takkan ada yang tau tempat itu. Aku menerawang menatap langit langit kamarku yang berwarna biru tosca, melamunkan nasip hidup yang sedikit miris. Ku gapai foto bunda yang terletak diatas nakas dan mulai bercerita tentang keseharianku, seperti biasanya.
Sedikit kaget saat ayah tiba tiba masuk kedalam kamar dengan seulas senyum lembutnya. Kesukaanku! Aku seuka senyum itu. Katakan aku lebay, toh aku benar benar menyukainya.

"Ayah mau kemana? Rapi banget." Ayah tersenyum lagi, sambil mengelus lembut kepalaku, ah bahagia itu memang sesederhana ini semua. Trimakasih tuhan, untuk seorang ayah yang sangat hebat dan berharga.

"Siap siap gih,"

"Mau kemana?"

"Suatu tempat, kamu pasti seneng. Ayah tunggu dibawa." Ayah mengecup puncak kepalaku lalu mengacaknya dengan lembut membuatku mengulum senyum bahagia sambil mengangguk. Setelah mengucapkan kata 'iya' aku segera mengganti bajuku dengan baju santai. Toh ayah tidak bilang kalu ini acara penting.
 
***

Sudah sampai, dan aku kenal tempat ini, makam Bunda. Ah, ini salah satu kebahagiaanku. Aku bahagia Ayah sangat setia meski Bunda telah lama tiada, aku senang walau terkadang terpikirkan juga untuk mencarika pendamping untuknya.

"Hallo bunda, apa kabar? Pasti baik deh. Maaf ya Ify Gak Bisa sering sering kesini nemenin bunda. Ify seneng deh hari ini Ayah ngajak Ify kesini. Tau gak? Tian udah balik lho, mungkin bunda udah tau kali ya? Bundakan selalu ngintip aku lewat syurga." Aku tersenyum menatap gundukan tanah didepanku, Ayah masih mengelus rambutku sambil ikut tersenyum. Ah, andai Bunda masi disini mungkin kami akan menjadi kluarga yang dangat berbahagia dan harmonis.

"Gin, maafkan aku jika belum membuat putri kecilmu ini bahagia. ijinin aku untuk membahagiakan Ify lagi, ya." Kutatap ayah yang masi menatap lurus kearah nisan bunda sambil tersenyum. Hey, bahkan selama ini aku selalu bahagia bersamanya. Aku diam saja sambil mulai melantunkan doa doa kecil untuk bunda.

"Yuk, fy. Kita pergi, biar bunda istirahat." Aku mengangguk, mengecup sekilas nisan bunda lalu mengikuti ayah yang telah beranjak lebih dulu setelah mengelus dan mencium lama nisan bertuliskan Gina Sonia itu.
 
***
 

"Yo, jalan yuk. Bosen nih, dari kemaren dirumah kamu terus maennya. Ajak aku keliling jakarta kek, apa kek gitu." Rio mendengus mendengar ocehan Vania yang belum berhenti sedari tadi, ia bahkan tidak bisa fokus dengan televisi didepannya yang tengah menyiarkan acar music favorite-nya itu.
 
"Yo, ayolah. Kamu gak kasian sama aku yang udah sumpek banget ini? Hah... Need refresing RIO!"

"Oke, Cepetan!" Rio menyerah, gadis yang mengaku ah tidak gadis yang berstatus pacarnya itu sungguh tak bisa dibantah keinginannya. Vania menyunggingkan senyum kemenangan kemudian menarik pria es itu menuju mobil sport berwarna merah miliknya. "Mau kemana?" Tanya Rio, Vania menggeleng. Hey, gadis itu bahkan baru dua hari di Jakarta, mana dia tau ingin kemana?

"Jalan kemana aja, Yo. Yang penting seru. Ke mol juga gapapa deh."

"Ok"

Sekitar setengah jam Rio berkendara sampai akhirnya sampai di kawasan epicentrum. Keduanya. Rio dan Vania, terlihat seras, Vania si model cantik bertubuh proporsional dan Rio yang menawan. Prince and Princcess? Mungkin sebagian orang beranggapan begitu.

"Yo, makan dulu yuk, laper nih." Rio hanya mengangguk sambil terus berjalan ke arah tempat makan yang ditunjuk Vania, Restoran Jepang.

"Yah kok penuh sih?" Vania masi nampak mengok kesana kemari mencari tempat sampai menemukan seseorang yang sangat dikenalnya tengah bercengkarama dengan dua orang yang ntah siapa.

"Mama!" Panggil Vania sambil sedikit tersenyum dan menggeret Rio.

***

Aku disini, namun ragaku telah terbang ntah kemana. Dia didepanku, bersama seseorang yang kini menggenggamnya erat bahkan sangat erat walau aku memaksa melepas ikatannya. Aku tersenyum meski perih, aku berusaha tertawa walau hambar. Tak seorangpun tau, karena tak seorangpun peduli.

"Jadi, Ify satu sekolah sama Vania dan Rio?"

"Satu kelas, ma."
Yah, kalian tau? Saat ini aku duduk berlima dengan Rio, Vania, Ayah, dan Ibu-nya Vania. Entakh kebetulan atau kesialan macam apa yang menimpaku saat ini, aku mungkin pernah berhayal makan di restoran bersama Rio, tapi bukan seperti ini! Yang ku impikan adalah makan berdua, bukan makan yang berakhir dengan aku yang lagi lagi harus menelan sakit.

"Wah, kalian pasti udah akrab donk ya?" Tanya tante Dina, aku tak memberikan komentar apapun, biarkan saja Vania yang menjawabnya sendiri. Rio? Jangan harap, aku kenal dia.

"Kami lumayan akrab, bahkan aku dan Ify sering kekantin berdua. Dan Rio sering mengajari Ify." Dia berbohong. Akrab? Sejak kapan kami akrab? Bahkan Vania baru sehari bersekolah, dan soal Rio, bagaimana bisa ia tau?.

"Ah iya, mulai minggu ini akh akan ikut belajar bersama kalian berdua, bolehkan, Fy?" Aku sebal! Tak adakah yang mengerti aku saat ini? Sungguh, aku ingin sekali berlari menyembunyikan wajahku yang ntah kenapa ku rasa memerah karena menahan marah. Antara sedih melihat Rio Dan marah dengan keadaan ini.

Pembicaraan terus berlanjut aku tak begitu peduli, hanya berbicara secukupnya, kalian boleh bilang aku sedang menduplikat Rio saat ini, tapi aku sungguh tidak berniat begitu.

"Kamu setuju jugakan, Fy?"

"Ah? Ya"

"Benarkah Sayang?"

"Ngg... Sebenarnya aku nggak denger ayah bilang apa." Kalian tau kan? Aku tak bisa berbohong dan aku memang tidak mendengar ayah mengatakan apa tadi. Ayah tersenyum sambil membelai rambutku, aku tak mengerti mengapa semua orang menatapku. Vania bahkan tersenyum. Hah? Tersenyum? Bagaimana bisa ia tersenyum kearahku? Aneh.

***

Aku dan ayah sudah berada dirumah, setelah makan siang yang cukup menyebalkan itu aku sedikit maksudku sangat bad mood, bahkan aku bahkan seperti tak memiliki kekuatan untuk sekolah besok. Cukup sakit melihat Rio dan Vania Selalu bersama seperti tadi, tidakkah mereka memikirkan perasaanku? Ah aku lupa, untuk apa memikirkan aku? Aku salah memang karena bersikap egois dengan terus mencintai lelaki yang telah memiliki pasangan, hanya saja, aku terlalu lemah untuk berusaha berhenti mencintai Rio.

Bersambung.
Hallo, Ngaret Ya? Maapkan Diriku Permirsah, Aku Mah Apa Atuh? Cuma Author Abal Abal Yang Sok Sibuk(?) :v
Part Ini Kayanya Yang Paling Gaje Dan Banyak Typonya Yakan? Duh Maap Yak Mengecewakan 😂 Yang Sebel Ama Vania Mana Suaranya? Sama saya jugak 😂

Nyata Bahagia



Nyata Bahagia


Pada Akhirnya
Setelah Lama Bergulung Dalam Luka
Tenggelam Dalam Kelam
Lalu melupakan Harapan,
Akhirnya Datang Jua
Caya Penawar Luka
Yang Akhirnya Menarikku
Membawa Jauh Menuju Kebahagiaan
Bersama Asa Baru Yang Nyata.


~Aika Yuppy~